Jumat, 11 April 2014

Esai - Essay- Artikel Workaholic, Know Your limit! pendekatan teori McCleland dg kasus Mita Diran



Workaholic, Know Your Limit!
Akhir tahun 2013, seorang copywriter muda yang bekerja di salah satu perusahaan iklan meninggal dunia setelah bekerja lembur selama 30 jam nonstop. Dia adalah Prandya Pramita (27 tahun), perempuan yang biasa disapa Mita Diran ini menghembuskan nafas terakhirnya setelah ia mengalami kolaps dan dibawa ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP). Menjelang kematiannya baru diketahui bahwa Mita sudah tiga hari tidak tidur untuk merampungkan pekerjaannya agar mencapai target.
Dari fenomena diatas, pasti terbersit di benak kita apa yang membuat Mita begitu terobsesi dengan pekerjaannya hingga rela menjual nyawanya. "30 hours of working and still going strooong". Posting itu dibuat Mita melalui akun twitternya @mitdoq pada 6.47 pm tanggal 14 Desember 2013, sehari sebelum Mita meninggal dunia. Dalam koran Tempo.co edisi Rabu, 18 Desember 2013 Yani, ayah Mita, menyatakan bahwa Mita tidak pernah mengeluh akan pekerjaannya. Ia bahkan rela lembur belasan hingga puluhan jam untuk menyelesaikan proyeknya. Sekali lagi, Mita melakukan ini bukan karena tekanan dan tuntutan, tapi karena semangat dan kecintaannya terhadap pekerjaannya. Menurut saya, Mita ini sepertinya telah benar-benar menjadikan pekerjaan sebagai pasangan hidupnya. Mungkin dipikirannya penuh akan hal apa yang harus ia lakukan bersama pekerjaannya sepanjang waktu. Bahkan seakan khawatir dan gelisah jika sejenak saja ia tak bekerja.
Workaholic
Apa itu workaholic? Apakah Mita Diran seorang penggila kerja/workaholic? Berdasarkan pendapat Killinger (1997) , Kamale (2007) serta Scott (dalam Harpaz & Snir, 2003) mengenai ciri-ciri dari workaholic yakni bekerja berlebihan dengan tingkat adrenalin yang tinggi, kecintaan dan keasikan dengan pekerjaan, mengabaikan aspek-aspek penting dalam hidup untuk bekerja. Ya, sepertinya memang Mita Diran ini adalah seorang penggila kerja/workaholic karena kehidupannya senantiasa berorientasikan dengan pekerjaannya. Pernah ia ditegur oleh sepupunya dengan kalimat know your limit!. Namun, sepertinya saran itu tidak terlalu ia gubris dan tetap saja ia berkutat dengan dunianya sendiri. Keloyalan pada pekerjaannya terbukti dengan penghargaan yang telah dia capai semasa hidupnya. Ia menyabet 3 trofi dalam festival periklanan Citra Pariwara di usianya yang termasuk masih muda itu.
Workaholic dan Prestasi
Lalu, apa yang melatarbelakangi seseorang bisa menjadi workaholic? Mungkin memang rasa kecintaan terhadap pekerjaan yang dapat melatarbelakangi seorang bisa menjadi workaholic tetapi tidak menutup motif lain, yaitu motif kebutuhan individu untuk berprestasi.
David McClelland adalah seorang ahli psikologi sosial yang terkenal dengan pemikirannya mengenai kebutuhan untuk berprestasi (needs for achievement). Pada 1940-an, dia bereksperimen dengan Thematic Apperception Test (TAT) sebagai salah satu cara untuk memeriksa kebutuhan manusia. TAT meminta para karyawan untuk melihat lukisan dan menulis cerita tentang apa yang mereka lihat. Cerita itu selanjutnya dianalisis isinya untuk mengetahui tema-tema yang menunjukkan kebutuhan individual. Dari penelitian ini, McClelland mengidentifikasikan 3 macam kebutuhan individu. Pertama, kebutuhan berprestasi (n-Ach) merupakan keinginan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik dan efisien, memecahkan masalah, mengutamakan tugas-tugas yang kompleks. Kedua, kebutuhan akan kekuasaan (n-Pow) adalah keinginan untuk mengendalikan orang lain, mempengaruhi perilaku mereka, menjadi bertanggung jawab bagi mereka. Ketiga, kebutuhan berafiliasi (n-Aff) adalah keinginan untuk membentuk dan mempertahankan hubungan yang hangat dan bersahabat dengan orang lain.
David McClelland dan para peneliti lainnya mengemukakan bahwa ada korelasi positif antara kebutuhan berprestasi dengan prestasi dan sukses pelaksanaan. McClelland, melalui riset empiriknya, menemukan bahwa para usahawan, ilmuwan dan professional mempunyai tingkat motivasi prestasi di atas rata-rata. Mereka yang  memiliki kebutuhan untuk berprestasi, mengalami kepuasan bukan karena imbalan dari hasil kerjanya, tetapi karena hasil kerja tersebut diangapnya sangat baik. Ada kepuasan batin tersendiri kalau dia berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan sempurna. Imbalan material menjadi faktor sekunder.
Orang- orang yang berorientasi prestasi tinggi memiliki kecenderungan untuk menjadi seorang workaholic. Mengapa? Karena mereka secara sadar atau tidak sadar berusaha memenuhi rasa laparnya akan prestasi dengan bekerja secara berlebihan tanpa mempedulikan kondisi aspek-aspek kehidupan diri sendiri. Kecenderungan ini bila terus menerus dilakukan tentunya akan berdampak tidak baik padanya, contohnya dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau seperti kasus sang copywriter ini hingga merenggut nyawanya.
Kecenderungan untuk menjadi seorang workaholic atas dasar kebutuhan prestasi ini menimbulkan karakteristik seseorang ini menjadi seperti:
Seorang yang suka mengambil resiko dan tantangan. Dalam konteks ini, seorang pekerja akan menganggap resiko dan tantangan ini bukanlah suatu kewajiban melainkan suatu hadiah yang harus ia manfaatkan dengan baik dan sempurna. Hal ini adalah sarana yang membuatnya lebih dekat dengan prestasi yang ingin ia raih. Almarhumah Mita Diran berani mengambil resiko yang besar untuk hasil yang juga besar dan tentunya penghargaan yang besar pula. Dia juga berani menantang dirinya sendiri secara ekstrem yang kemungkinan tidak akan dilakukan orang lain semestinya dengan bekerja lembur bahkan nonstop selama 30 jam. Akhirnya, ia mendapatkan penghargaan dari Citra Pariwara sebanyak 3 penghargaan sekaligus.
Seorang yang menginginkan tanggung jawab pribadi bagi hasil-hasil yang dicapai. Mereka tidak suka bekerjasama dengan orang lain dalam hal pekerjaan karena mereka khawatir orang lain itulah yang akan mengacaukan pekerjaannya. Mereka lebih suka melakukannya sendiri dengan bekerja lebih keras, daripada berbagi dengan orang lain lalu bekerja lebih ringan. Dan sebagai feedback jika pekerjaan itu sukses, mereka ingin diapresiasi terhadap kesuksesan itu dengan usaha-usaha mereka sendiri.
Seorang yang cenderung untuk menetapkan tujuan-tujuan prestasi yang layak dan menghadapi resiko yang sudah diperhitungkan. Jika kita cermati bersama, Mita Diran adalah seorang yang mampu menentukan apa yang ingin dan akan ia lakukan. Ia memang menyukai pekerjaannya di dunia periklanan sebagai copywriter walaupun pekerjaan itu tidak mudah. Baru 2 tahun bekerja, ia mampu menyabet 3 trofi penghargaan bergengsi dari Citra Pariwara. Kemudian, karena ia lebih suka melakukan pekerjaannya sendiri otomatis ia tahu sedetail-detailnya tentang pekerjaannya termasuk resikonya. Namun, terkadang dalam menghadapi resikonya ia melakukan hal yang salah. Mita tahu bahwa lembur jadi hal biasa di dalam dunia periklanan tapi ia menghadapinya dengan minum minuman berenergi untuk menghilangkan rasa kantuk dan capeknya. Padahal biasanya orang lembur itu hanya minum kopi dan cemilan saja.
Seorang yang mempunyai kebutuhan yang kuat akan umpan balik tentang apa yang telah dikerjakannya. Kepuasan klien yang Mita Diran dapatkan setelah melayani jasa copywriter membuatnya senang. Hal itu akan berdampak memungkinkan lebih banyak untuknya mengambil job yang lebih banyak sehingga ia kemudian juga harus bekerja lebih keras lagi. Selain kepuasan klien, Mita juga pernah mendapatkan 3 trofi penghargaan dari Citra Pariwara. Dia menyabet 2 silver dan 1 brown di kategori art of home, luar ruangan.
Sebenarnya workaholic ini berkorelasi positif dengan tingkat prestasi. Sesuai pernyataan Oates dan Furnham (2005:253), workaholic adalah contoh dari kesempurnaan. Dia adalah orang yang terpilih menjadi ‘orang yang pasti akan sukses’. Meskipun begitu, tetap saja yang berlebihan itu tidak baik, bukan? Sekuat apapun motivasi kita untuk melakukan suatu pekerjaan, ingatlah batas kemampuan kita. Mungkin kita pikir kita akan baik-baik saja bekerja berlebih sekarang tapi ita tidak tahu besok , lusa, apakah tubuh kita mampu tetap berdiri tegak dengan segala upaya kita untuk mempertahankannya? So, Know Your Limit guys!
Referensi
Psikologi Umum : Alex Sobur

 

 Muti`ah Isnaeni

Mahasiswa di prodi Psikologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret, Surakarta










Tidak ada komentar:

Posting Komentar