Workaholic, Know Your Limit!
Akhir
tahun 2013, seorang copywriter muda yang bekerja di salah satu perusahaan iklan
meninggal dunia setelah bekerja lembur selama 30 jam nonstop. Dia adalah Prandya
Pramita (27 tahun), perempuan yang biasa disapa Mita Diran ini menghembuskan
nafas terakhirnya setelah ia mengalami kolaps dan dibawa ke Rumah Sakit Pusat
Pertamina (RSPP). Menjelang kematiannya baru diketahui bahwa Mita sudah tiga
hari tidak tidur untuk merampungkan pekerjaannya agar mencapai target.
Dari fenomena diatas, pasti terbersit
di benak kita apa yang membuat Mita begitu terobsesi dengan pekerjaannya hingga
rela menjual nyawanya. "30 hours of working and still going strooong". Posting itu dibuat Mita
melalui akun twitternya @mitdoq pada 6.47 pm tanggal 14 Desember 2013, sehari
sebelum Mita meninggal dunia. Dalam koran
Tempo.co edisi Rabu, 18 Desember 2013 Yani, ayah Mita, menyatakan bahwa Mita
tidak pernah mengeluh akan pekerjaannya. Ia bahkan rela lembur belasan hingga
puluhan jam untuk menyelesaikan proyeknya. Sekali lagi, Mita melakukan ini
bukan karena tekanan dan tuntutan, tapi karena semangat dan kecintaannya
terhadap pekerjaannya. Menurut saya, Mita ini sepertinya telah benar-benar
menjadikan pekerjaan sebagai pasangan hidupnya. Mungkin dipikirannya penuh akan
hal apa yang harus ia lakukan bersama pekerjaannya sepanjang waktu. Bahkan
seakan khawatir dan gelisah jika sejenak saja ia tak bekerja.
Workaholic
Apa itu
workaholic? Apakah Mita Diran seorang penggila kerja/workaholic? Berdasarkan
pendapat Killinger (1997) , Kamale (2007) serta Scott (dalam Harpaz & Snir,
2003) mengenai ciri-ciri dari workaholic yakni bekerja berlebihan dengan
tingkat adrenalin yang tinggi, kecintaan dan keasikan dengan pekerjaan,
mengabaikan aspek-aspek penting dalam hidup untuk bekerja. Ya, sepertinya
memang Mita Diran ini adalah seorang penggila kerja/workaholic karena
kehidupannya senantiasa berorientasikan dengan pekerjaannya. Pernah ia ditegur
oleh sepupunya dengan kalimat know your limit!. Namun, sepertinya saran
itu tidak terlalu ia gubris dan tetap saja ia berkutat dengan dunianya sendiri.
Keloyalan pada pekerjaannya terbukti dengan penghargaan yang telah dia capai
semasa hidupnya. Ia menyabet 3 trofi dalam festival periklanan Citra Pariwara di
usianya yang termasuk masih muda itu.
Workaholic dan
Prestasi
Lalu, apa yang melatarbelakangi seseorang bisa
menjadi workaholic? Mungkin memang rasa kecintaan terhadap pekerjaan
yang dapat melatarbelakangi seorang bisa menjadi workaholic tetapi tidak
menutup motif lain, yaitu motif kebutuhan individu untuk berprestasi.
David McClelland adalah seorang ahli psikologi
sosial yang terkenal dengan pemikirannya mengenai kebutuhan untuk berprestasi
(needs for achievement). Pada 1940-an, dia
bereksperimen dengan Thematic Apperception Test (TAT) sebagai salah satu cara
untuk memeriksa kebutuhan manusia. TAT meminta para karyawan untuk melihat
lukisan dan menulis cerita tentang apa yang mereka lihat. Cerita itu
selanjutnya dianalisis isinya untuk mengetahui tema-tema yang menunjukkan
kebutuhan individual. Dari penelitian ini, McClelland mengidentifikasikan 3
macam kebutuhan individu. Pertama, kebutuhan berprestasi (n-Ach) merupakan
keinginan untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik dan efisien, memecahkan
masalah, mengutamakan tugas-tugas yang kompleks. Kedua, kebutuhan akan
kekuasaan (n-Pow) adalah keinginan untuk mengendalikan orang lain, mempengaruhi
perilaku mereka, menjadi bertanggung jawab bagi mereka. Ketiga, kebutuhan
berafiliasi (n-Aff) adalah keinginan untuk membentuk dan mempertahankan
hubungan yang hangat dan bersahabat dengan orang lain.
David McClelland dan para
peneliti lainnya mengemukakan bahwa ada korelasi positif antara kebutuhan
berprestasi dengan prestasi dan sukses pelaksanaan. McClelland, melalui riset
empiriknya, menemukan bahwa para usahawan, ilmuwan dan professional mempunyai
tingkat motivasi prestasi di atas rata-rata. Mereka
yang memiliki kebutuhan untuk
berprestasi, mengalami kepuasan bukan karena imbalan dari hasil kerjanya,
tetapi karena hasil kerja tersebut diangapnya sangat baik. Ada kepuasan batin
tersendiri kalau dia berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan sempurna.
Imbalan material menjadi faktor sekunder.
Orang- orang yang berorientasi prestasi tinggi memiliki kecenderungan untuk
menjadi seorang workaholic. Mengapa? Karena mereka secara sadar atau
tidak sadar berusaha memenuhi rasa laparnya akan prestasi dengan bekerja secara
berlebihan tanpa mempedulikan kondisi aspek-aspek kehidupan diri sendiri.
Kecenderungan ini bila terus menerus dilakukan tentunya akan berdampak tidak
baik padanya, contohnya dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau seperti kasus
sang copywriter ini hingga merenggut nyawanya.
Kecenderungan untuk menjadi seorang workaholic atas dasar kebutuhan
prestasi ini menimbulkan karakteristik seseorang ini menjadi seperti:
Seorang yang suka mengambil resiko dan tantangan. Dalam konteks ini, seorang pekerja akan menganggap resiko
dan tantangan ini bukanlah suatu kewajiban melainkan suatu hadiah yang harus ia
manfaatkan dengan baik dan sempurna. Hal ini adalah sarana yang membuatnya
lebih dekat dengan prestasi yang ingin ia raih. Almarhumah Mita Diran berani
mengambil resiko yang besar untuk hasil yang juga besar dan tentunya
penghargaan yang besar pula. Dia juga berani menantang dirinya sendiri secara
ekstrem yang kemungkinan tidak akan dilakukan orang lain semestinya dengan
bekerja lembur bahkan nonstop selama 30 jam. Akhirnya, ia mendapatkan penghargaan
dari Citra Pariwara sebanyak 3 penghargaan sekaligus.
Seorang yang menginginkan tanggung jawab pribadi bagi hasil-hasil yang dicapai. Mereka tidak suka bekerjasama dengan orang lain dalam hal pekerjaan karena
mereka khawatir orang lain itulah yang akan mengacaukan pekerjaannya. Mereka
lebih suka melakukannya sendiri dengan bekerja lebih keras, daripada berbagi
dengan orang lain lalu bekerja lebih ringan. Dan sebagai feedback jika pekerjaan
itu sukses, mereka ingin diapresiasi terhadap kesuksesan itu dengan usaha-usaha
mereka sendiri.
Seorang yang cenderung untuk menetapkan tujuan-tujuan prestasi yang
layak dan menghadapi resiko yang sudah diperhitungkan. Jika kita cermati bersama, Mita Diran adalah seorang yang mampu menentukan
apa yang ingin dan akan ia lakukan. Ia memang menyukai pekerjaannya di dunia
periklanan sebagai copywriter walaupun pekerjaan itu tidak mudah. Baru 2
tahun bekerja, ia mampu menyabet 3 trofi penghargaan bergengsi dari Citra
Pariwara. Kemudian, karena ia lebih suka melakukan pekerjaannya sendiri
otomatis ia tahu sedetail-detailnya tentang pekerjaannya termasuk resikonya.
Namun, terkadang dalam menghadapi resikonya ia melakukan hal yang salah. Mita
tahu bahwa lembur jadi hal biasa di dalam dunia periklanan tapi ia
menghadapinya dengan minum minuman berenergi untuk menghilangkan rasa kantuk
dan capeknya. Padahal biasanya orang lembur itu hanya minum kopi dan cemilan
saja.
Seorang yang mempunyai kebutuhan yang kuat akan umpan balik tentang apa yang telah
dikerjakannya. Kepuasan klien yang Mita Diran dapatkan setelah
melayani jasa copywriter membuatnya senang. Hal itu akan berdampak memungkinkan
lebih banyak untuknya mengambil job yang lebih banyak sehingga ia kemudian juga
harus bekerja lebih keras lagi. Selain kepuasan klien, Mita juga pernah
mendapatkan 3 trofi penghargaan dari Citra Pariwara. Dia menyabet 2 silver dan
1 brown di kategori art of home, luar ruangan.
Sebenarnya workaholic ini berkorelasi positif dengan
tingkat prestasi. Sesuai pernyataan Oates dan Furnham (2005:253), workaholic
adalah contoh dari kesempurnaan. Dia adalah orang yang terpilih menjadi ‘orang
yang pasti akan sukses’. Meskipun begitu, tetap saja yang berlebihan itu tidak
baik, bukan? Sekuat apapun motivasi kita untuk melakukan suatu pekerjaan,
ingatlah batas kemampuan kita. Mungkin kita pikir kita akan baik-baik saja
bekerja berlebih sekarang tapi ita tidak tahu besok , lusa, apakah tubuh kita
mampu tetap berdiri tegak dengan segala upaya kita untuk mempertahankannya? So,
Know Your Limit guys!
Referensi
Psikologi Umum : Alex Sobur
![]() |
Muti`ah Isnaeni
Mahasiswa di
prodi Psikologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar